Walaupun pada akhirnya mengusung tema tradisional di acara pernikahan kami, aku, abang dan keluarga kami sepakat untuk tidak menjalani prosesi adat apapun di acara resepsi nanti. Seperti, ngindak endhok, cuci kaki pengantin pria, liron kembang mayang, cucuk lampah dan sebagainya. Jadilah, di kepalaku terilustrasi kalau nanti pada saat acara kirab (pengantin menuju pelaminan) akan memakai cara yang standar. Berarti ya jalan aja ke pelaminan sambil diiringi musik Jawa klasik atau jawa modern. Waktu itu aku pengen banget pakai lagu Melati Suci karya Guruh Soekarno Putra yang diaransemen ulang oleh Andi Riyanto seperti di bawah ini. Tapi pada akhirnya lagu ini gak jadi dipakai pada saat resepsi nanti. hiks
Di sisi lain, papaku pengen banget ada grup hadrah yang mengiringi langkah aku dan abang ke pelaminan. huhu somehow agak gak nyambung sihh.. kan pake baju tradisional kan yah, semua sudah di set bertema pernikahan tradisional jawa-madura, tapi untuk lagu pengiringnya ditabuh dari rebana. Tapi karena di saat-saat persiapan pernikahan ini adalah saat-saat yang paling sensitif, jadilah aku manut aja sama maunya orang tua.
Sebulan sebelum hari H, bala bantuan datang. Om ku dan temannya (which is mereka adalah WO ku ) memberikan ide kirab yang sangat menarik dan diklaim belum pernah ada di Jakarta. Berhubung abang dari Sumatera, papa mau ada iringan hadrahnya, tema resepsi pernikahan adalah jawa-madura, dan kami tetap ingin ada unsur islaminya juga, akhirnya mereka puter otak untuk mengemas ke-empat hal tersebut ke dalam satu pagelaran kesenian budaya yang cukup menarik. Dibuatlah prosesi Gapura Kehormatan. Bagaimana prosesinya? baca terus post ini yaaah