TENTANG KELAHIRAN SHAFIYYA

August 12, 2020


Kelahiran bayi kami yang ke-dua ini lahir di era yang bisa dibilang spesial. Karena.. ya tau lah, sampai blog post ini ditulis Dunia sedang digemparkan dengan virus baru yang berasal dari salah satu district di Tiongkok sana dan menyebar sampai kebeberapa negara, termasuk Indonesia. Dampaknya, selain penutupan beberapa tempat umum dan fasilitas publik, masyarakat juga 'dipaksa' untuk lebih bisa menjaga kebersihan, lebih menjaga kesehatan dan pakai masker dimana pun. Kita doakan semoga wabah ini segera berakhir ya.. dan masyarakat Indonesia pada khususnya, bisa lebih aware sama kebersihan dan kesehatan. aamiin.

Flashback sedikit. Sejak saat masih di ruang operasi sewaktu akan melahirkan Zayd, aku bertekad insyaAllah anak ke-2 nanti harus melahirkan secara normal karena kapok dengan prosesi operasi sesar. Begitu akan mendekati due date kelahiran anak ke-2, karena kesempatannya masih besar untuk normal, jadi aku memilih untuk menunggu kontraksi agar bisa melahirkan secara alami. Segala persiapan dan ikhtiar agar bisa melahirkan secara normal dilakukan. Termasuk menjaga volume air ketuban agar tetap cukup untuk melahirkan secara normal. Karena, faktor ketuban adalah salah satu alasan mengapa pada kelahiran anak pertama aku harus sesar.

Seharusnya pada usia kehamilan memasuki usia 32 minggu, jadwal kontrol sudah semakin rutin. Biasanya 2 minggu sekali. Namun karena pandemi dan agar tidak terlalu sering berada di tempat umum (rumah sakit) akhirnya diputuskan untuk tetap kontrol sebulan sekali selama tidak ada keluhan apapun. Memasuki usia 36 minggu pun yang seharusnya seminggu sekali kontrol, mau tidak mau kontrol harus dilaksanakan satu seminggu sekali, untuk memantau ketuban, berat badan bayi (harus maksimal 3kg) dan posisi bayi. Alhamdulillah hasil pemeriksaan saat itu bagus dan siap melahirkan. Tinggal tunggu kontraksi saja. 

Selain berat badan bayi yang terus dipantau karena aku berencana untuk VBAC (vaginal birth after cesarian), dokter juga harus memantau ketebalan bekas jahitan pada kelahiran pertama. Karena, untuk VBAC ini tidak boleh dibantu oleh alat dan metode apapun (induksi), kecuali induksi alami. Jadi, akan terjadi VBAC apabila semua-semuanya terjadi secara alami, terutama kontraksi. Saat itu, jika aku mau lahiran normal target dokter sebelum lebaran (usia kandungan 37-38 weeks) harus lahiran alami. Di atas itu (dengan mempertimbangkan bb dan ketebalan sisa jahitan) mau gak mau harus operasi, karena risikonya tinggi.

Usia kehamilan hampir 39 minggu, (lewat lebaran tentu saja) gelombang cinta itu tak kunjung datang. Sedangkan berat badan bayi sudah menyentuh 2,7 kg. Setelah konsultasi sebelumnya via whatsapp akhirnya kami putuskan untuk melahirkan secara operasi. Usia 39 minggu lewat 2 hari kami kontrol ke dokter untuk memastikan apa masih ada posibility melahirkan secara normal hehe ya namanya juga usaha. Setelah diperiksa, berat badan adik sudah 2,9 kg dan ketebalan jahitan sudah 3,1 mm (cmiiw jujur lupa untuk ketebalan jahitan, nnt diupdate lagi ya) sedangkan batasnya bb bayi max 3 kg dan ketebalan sisa jahitan tidak boleh kurang dari 3mm. 

Saat itu dokter bilang "sebenernya kalau diinduksi dikit aja, saya yakin bisa lahiran malam ini juga. Tapi masalahnya kamu sebelumnya operasi, jadi saya ga berani kasih induksi. Resikonya besar". Jadi, bismillah akhirnya operasi lagi.

---

Melahirkan di Saat Pandemi




Kalau gak salah bulan April, pemerintah daerah sudah mengeluarkan aturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) karena pandemi ini semakin menjangkiti banyak orang dan memakan korban. Harus mematuhi protokol kesehatan (pakai masker dimanapun, cuci tangan dengan sabun/ handsanitizer, social dan physical distancing serta menjaga imun tubuh), Sekolah dan kantor dilakukan secara daring dari rumah, menghindari tempat umum dan kerumunan, bahkan mall sekalipun tutup kecuali supermarket/ pasar yang menjual kebutuhan sehari-hari, kapasitas penumpang dalam kendaraan maksimum 50% dari kapasitas sebenarnya dan sebagainya demi menekan angka yang terjangkit virus ini.

Jujur yang tadinya awalnya agak santai, lama-lama khawatir melihat perkembangan ini. Aku mulai mencari tahu informasi melahirkan di era pandemi ini. Semakin mencari tahu, semakin mendapat informasi dan semakin khawatir. Sampai akhirnya aku dan suami memutuskan untuk langsung konsultasi dengan dokter via whatsapp. Alhamdulillah obgyn ini sangat tanggap jika dihubungi via chat. Intinya, tidak usah khawatir, tetap ikuti protokol kesehatan, jaga imun tubuh, insyaAllah semua lancar. aamiin.

Menjelang persalinan, ada beberapa protap (protokol tetap) yang harus dilakukan oleh setiap Ibu yang akan melahirkan, antara lain menunjukkan hasil rapid test non reaktif yang masa berlakunya satu minggu, tidak boleh ditemani saat proses melahirkan, hanya boleh ditemani 1 orang saat di ruang rawat inap dan tidak diperkenankan menjenguk pasien. Bismillah... insyaAllah semua ada hikmahnya, akhirnya kami menanda tangani surat persetujuan, administrasi rumah sakit, dan ditetapan insya Allah tanggal 28 Mei 2020 akan dilakukan tindakan operasi caesar.

---

Detik-detik Melahirkan



28 Mei 2020 pukul 06.00 pagi setelah drama abang Zayd nangis pengen ikut (kebangun karena aku cium sebelum berangkat ke rumah sakit 😓) kami meluncur ke rumah sakit. Setelah serangkain prosedur rumah sakit akhirnya kami diantar ke ruang rawat inap menunggu untuk dilakukan pembedahan pada pukul 12.00 WIB. Berusaha tetap tenang, meskipun tetap deg-degan dengan perbanyak dzikir dan baca Al-Qur'an. 

Nah, karena lahiran kali ini spesial tanpa sederetan keluarga yang menemani, aku dan suami sudah merencanakan/ bagi tugas tentang apa-apa yang harus kami lakukan selama aku melahirkan. Misalnya, ketika bayi keluar suami terus mengikuti bayi sampai ke ruangan bayi untuk diadzani, pengurusan ari-ari dan sebagainya. Sedangkan tugasku ya insyaAllah melahirkan aja lah 😂 dan insyaAllah sudah menyiapkan mental kondisi tubuh pasca operasi (Pada kelahiran pertama, pasca operasi aku menggigil parah dan nge-fly efek obat bius).

Pukul 11.30 dijemput suster dan dibawa ke ruangan operasi. Suami menunggu di luar ruang operasi dan ga boleh masuk ke ruangan transit sekalipun. Jadi, masuk ruang transit udah sendiri aja tuh sambil tiduran. Sambil menenangkan diri dan menunggu diri ini dibawa ke ruang operasi, tiba-tiba obgyn ku datang dari (kalau ga salah) ruangan ganti baju. Langsung deh nyapa "Puut, gimana udah ready? grogi gaa?" #eak santuy banget ni dokter hehehe alhamdulillah. Yaudah, beberapa menit kemudian aku ganti jilbab operasi dan dibawa masuk ke ruang operasi. HM....

Aku berusaha merekam detik detik operasi ini sebaik-baiknya, menerka nerka apa saja yang para dokter dan para suster lakukan di ruang operasi. Setelah disuntik spinal, aku disuruh terlentang di meja operasi. Disuruh angkat kaki, aku nurut. Eh tapi kok kakinya ga baal, masih berasa dan masih bisa gerak. Aku masih bilang sama dokternya, "Dok.. jangan dibelek dulu dokk. ini kaki saya masih bisa diangkat". Deg-degan coy kalo obat biusnya gak bekerja. Dokternya ketawa aja 😅 sambil bilang "lah ini udah saya sayat kok, gak berasa kan?" HMM...  eh bener aja, pas lihat dari pantulan kaca lampu operasi di atas, darahnya udah banyak yang keluar 😅. Sambil bilang sama susternya, untuk menggeser kaca lampu di atas agar aku gak bisa ngelihat perut aku dibelek. 

Dalam hitungan detik, dokter mendorong perutku dari atas ke bawah, kemudian "Plek" alhamdulillah Shafiyya Aliya Nafisa lahir ke dunia dengan tangisan yang sangat kencang. Susternya sambil nanya, "Bu.. di USG bayinya laki-laki atau perempuan bu?", "Perempuan, sus", "yak alhamdulillah adek bayinya udah lahir ya bu.. perempuan. Selamat ya bu". Setelah Shafiyya dibersihkan, langsung diletakkan di dadaku untuk IMD. Jujur IMD kali ini agak lama ya dibandingkan waktu Zayd dulu. Ya even ga lama lama amat hehe. Tapi alhamdulillah Shafiyya langsung nyaplok nipple ibuknya. Tak lupa prosesi ini diabadikan oleh suster yang bertugas. Setelah itu, Shafiyya diobservasi dan dibawa keluar ruang operasi untuk dibawa ke ruangan bayi.



Alhamdulillah melahirkan sudah selesai, tinggal menggigilnya. Setelah keluar ruang operasi dengan kondisi yang alhamdulillah sesadar-sadarnya dan sesegar segarnya, di ruangan transit aku terus dzikir dan menunggu sensai menggigilnya datang. Tidak lama kemudian kasur rawat inapku datang dan aku dipindahkan ke kasur rawat inap. Setelah itu aku dibawa keluar pintu ruang operasi depan dengan kondisi yang alhamdulillah masih segar, belum menggigil. Di sana, ketemu suami yang lagi nungguin dan kami dadah dadahan 😅 Suami sambil senyum lebar dia nanya "Udah selesai?", "Alhamdulillah Udah" balas aku. 

Sampai di ruang rawat inap, aku masih nunggu sensasi menggigil. Suami nanya "kok kamu kayak gak abis operasi? tidur gih istirahat dulu". Jujur saat itu aku seger se seger segernya, gak bisa tidur dan masih menanti sensasi menggigil. Aku bilang ke suami "Kok aku belum menggigil yah ?! oh mungkin nanti malem kali ya menggigilnya". Begitu malam tiba, adek bayi diantar ke ruanganku dan kami belajar menyusui deh hehe. Eh tapi kok gak menggigil juga kita??. Saking penasarannya sampai tanya suster "Sus, kok saya gak menggigil ya?", jawaban suster cuma "Mungkin ibu obat biusnya yang bagus kali ya bu". Dalam hati cuma bilang "alhamdulillah, tapi masa iya?". Ini akan jadi PR untuk nanya ke dokter kalau ada dokter visit hehehe. Tapi alhamdulillah alhamdulillah alhamdulillah.. segala puji bagi Allah, alhamdulillah kami dikaruniai 2 malaikat kecil yang insyAllah akan menjadi penyejuk mata dan hati kedua orang tuanya, anak-anak yang taat dan dekat dengan Allah SWT aamiin YRA.



Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan oleh Allah SWT yaa manteman. Mohon doanya untuk Shafiyya.

Salam,
Puput Utami.