Sesi orang tua : Tentang peer pressure dan body image remaja.
---
Ceritanya, di minggu sebelumnya aku dicolek oleh seorang teman untuk ikut dalam sesi parenting yang diselenggarakan oleh Komunitas Rangkul. Gak ngeh sih awalnya nama komunitasnya, karena kupikir ini acara yang diselenggarakan oleh sekolah anaknya temenku tersebut. Qodarulloh saat itu gak bisa hadir karena sedang flu berat.
Minggu depannya lagi, dicolek lagi. Merasa masih sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja, rasanya pengen ikut tapi rasanya pengen menyendiri aja di rumah. Tapi, mikir lagi. Mana tau dengan ikutan silaturrahmi kayak gini bisa bikin ada insight baru, kenalan baru, pokoknya ada hikmah baru yang bisa diambil. Tadinya sudah menolak untuk ikutan, udah bilang juga sama temanku ini. Tapi berubah pikiran, akhirnya aku daftar ke PIC yang tertera di informasi yang di forward temanku itu tanpa memberi tahu temanku. Setelah tektokan dengan PIC dan melakukan registrasi, ternyata temanku tanpa sepengetahuanku sudah mendaftarkan namaku π£ Wuahhh, jadi gaenakk! Yaudah alhamdulillah udah maaf-maafan (kek lebaran gaes!)
di Hari H ternyata aku yang pertama hadir, di saat fasilitator nya pun belum datang. Jadi sendirian deh. Gak berapa lama mulai berdatangan satu per satu bunda bundi yang ikut sesi parenting ini. Dan bener alhamdulillah jadi punya kenalan baru, dan senang aja ternyata punya concern yang sama dalam hal anak. Fun fact, ternyata dari keseluruh peserta, aku yang anaknya paling kecil hahaha yang lain rata-rata sudah memiliki anak usia belasan tahun.
Anyway,
Sesi ini membahas tentang peer pressure dan body image di kalangan remaja. Intinya bagaimana anak-anak remaja ini punya kecenderungan ingin sama dengan teman-teman sebaya nya dan punya patokan body image yang ingin ditiru. Misalnya, kalau ditarik ke masa remaja-remaja yang sudah kita lewati, saat itu pasti kita pengen kelihatan sama dengan teman-teman sebaya kita yang dianggap keren. Aku inget banget deh berkaitan dengan ini. Dulu, waktu SMA ngeliat teman yang baju seragamnya ngepas tuh keren banget. Apalah aku ini yang bajunya kegedean dan rapih jali :'). Tapi diam-diam ketika ada kesempatan waktunya beli seragam baru, cari ukuran baju yang pas badan, lengan baju panjangnya setengah lengan atas hehe. Jadi berasa keren.
Di dalam acara ini juga ditayangkan ilustrasi tentang bagaimana seorang anak yang ingin memakai baju sama seperti teman-temannya. Nah, ilustrasi menggambarkan ya mereka ingin kelihatan sama dan ingin diterima oleh teman-temannya. Karena ya itu, peer pressure, utamanya di masa remaja itu penting. Kalau gak gitu, gak keren. hahah jadi inget jaman SMP-SMA dulu ga sih ?! Kalau tentang body image, dicontohkannya kayak, waktu jaman dulu remaja berbondong-bondong mau pake kaos kaki setinggi lutut biar kayak Dian Sastro di film AADC atau remaja laki-laki banyak yang rambutnya keriting biar terlihat seperti Nicolas Saputra ππ
Ada contoh lain terkait peer pressure; waktu SMP aku ngeliat ada teman yang rambutnya dibonding atau dismoothing (kalau kamu ngerti ini, berarti kalian kaum millineal seperti sayah hahaha) tuh keren banget. Cantik! Nah, saat itu memang rambutku bergelombang gitu lah ya, pokoknya gak pede, pengennya diiket aja. Nah pas ada fenomena ini, kesempatan minta sama orang tua untuk ngelurusin rambut juga haha. Kalau inget kejadian itu bikin geleng-geleng kepala hahah dibela-belain di salon 4 jam buat ngelurusin rambut. Ngapain coba ?! π
Tapi di sisi lain, kerennya orang tua ku membiarkan aku mengalami dan melewati itu sehingga aku punya experience itu, dengan kata lain, memberikan kesempatan untuk membuat kesalahan, dikasi makan tuh ego anaknya. Diskusi ku dengan orang tua terbilang alot lah ya waktu itu, kenapa sih ga boleh rambutnya dilurusin? salah ga sih rambutnya dilurusin? ya enggak, tapi akibat dilurusin itu rambutnya jadi ga sehat, kering, bercabang dan sebagainya. Jadilah ada hikmah dibalik itu, kapok lah kau puput muda. Alhasil sekarang sudah punya anak bertekad, jangan sampai anakku mengulangi kesalahanku waktu remaja hahaha. Makanya, dengerin kata orang tua ya anak-anak sekalian :*
Yang menarik dari diskusi ini, aku baru tahu kalau ternyata yang namanya masa remaja -saat ini- datangnya semakin cepat dan durasinya makin lama. Penilitian menunjukkan bahwa masa remaja itu dimulai pada saat usia 9 tahun sampai 21 bahkan 25 tahun. Bayangkaaan! Jadi jangan heran kalau secara fisik sudah berubah tapi tidak berbanding lurus dengan perkembangan otaknya, jadi cenderung lebih lambat. Makanya, salah satu peserta yang anaknya sedang dalam masa-masa remaja ini bilang "ya kita harus lebih eling lah sama anak remaja ini, dan harus paham mereka masih dalam masa perkembangan". Ingat, bahwa fenomena ini terjadi juga ada sumbangsih dari generasi kita, sebagai orang tua. Sebagaimana juga dengan kita saat ini ada pengaruh dari didikan orang tua kita, begitu juga dengan orang tua kita, dan seterusnya.
Pendapat lain disampaikan oleh salah satu peserta termuda saat itu.. beneran masih muda, usianya menjelang mid 20s, bilang kalau orang-orang seumuran dia tuh gak bisa ditantang. Istilahnya "kalau di GAS sama orang tua, gas balik." Ada kecenderungan bahwa akibat dari perbuatan yang akan mereka lakukan itu gak dipikirin di depan. yang penting aksi dulu, akibatnya gimana yaudah nanti dipikirin lagi. Pikirannya belum jauh lah gitu ya istilahnya. Apalagi pressure umur di usia segitu yang datang gak hanya dari orang tua (kalau bisa nikah sebelum umur 25, dan sebagainya) tapi juga dari sekitar; entah dari pekerjaan, pergaulan dan sebagainya. Jadi dia mengakui bahwa memang pikiran orang umur 20 tahunan sekarang kurang matang. Maka dari itu, ditambahkan oleh fasilitator dalam sesi parenting ini bahwa dibutuhkan 2 hal untuk menghadapi situasi seperti ini, memahami dan menerima. Baru deh yuk kita cari jalan keluar bareng-bareng (kalau keluarga ya, kalau orang lain mah gak usah ikut-ikutan cari solusi π
).
---
"Kelompok sebaya mampu memberikan pengaruh dan semangat baru bagi remaja. untuk mengeksplorasi kemampuan dirinya, namun di sisi lain mampu membuat remaja melakukan hal-hal berisiko dan memberikan tekanan sendiri bagi diri remaja."
ada situasi dimana remaja butuh privasi, gak suka ditanya-tanya sama orang tuanya, berubah 180 derajat dari waktu mereka masih dalam usia anak-anak yang nyerocos terus. Kita sebagai orang tua bagaimana? Ya beri dia privasi. Nah, makanya ada istilah "berteman dengan teman-teman anak kita". Jadi nanya nya gak langsung ke anak, tapi dari teman-temannya. Dari situ, pelan pelan orang tua bikin strategi, gimana biar bisa masuk ke anak, dengan cara yang bikin mereka tetap nyaman dan mau menerima kita.
Ada juga situasi dimana, biasanya anak laki-laki, gak mau ditanya-tanyain kalau lagi ada masalah. Cukup ditemani saja, entah ditemani nonton, makan dan sebagainya. Nanti kalau dia sudah merasa nyaman, dia akan cerita. walaupun gak banyak obrolannya ya.. jangan berharap hahaha. Sebisa mungkin merespon cerita mereka yang seuprit itu dengan tetap eling, gak langsung menjudge. Udahlah susah-susah mereka cerita, diresponnya dengan langsung judgemental series. Whoah dijamin langsung kapok anak bunda bundi buat cerita lagi. Akibatnya, anak-anak jadi makin tertutup dengan kita, makin susah lagi mereka percaya sama kita. Jangan ya dek ya...
---
"Mengupayakan hidup sehat dan menerima tubuh kita tidak sesederhana mengucapkannya. Butuh kita semua menyadari apakah kita telah cari cara untuk menciptakan lingkungan yang kondusif agar anak kita sehat mentalnya dan tumbuh dengan citra tubuh yang positif"
Studi kasus tentang statement di atas. Anak yang diledeki terus oleh orang-orang sekitarnya (utamanya orang tua yaaaa! emang orang tua nih, kalau mau bertindak kudu banget hati-hati bapak-bapak ibu-ibu), cenderung lebih gak pede dengan dirinya sendiri. Misalnya, seorang anak yang dilabeli (maaf) -hidungnya gak ada, sehingga kalau pake kacamata, kacamatanya jatuh terus- Ini bisa mengakibatkan anak gak pede dengan dirinya sendiri, merasa minder. Memang kritikan terjleb itu datangnya dari lingkungan terdekat π walaupun excusenya, "becandyaaaa".
Daripada seperti itu, lebih baik kita bantu bangun kepercayaan dirinya dengan cara; support anak-anak untuk mencintai dirinya sesuai dengan versinya sendiri. Masing-masing manusia unik dan punya cantik atau ganteng versinya sendiri, bukan dari body image satu orang. Keluarga harus bisa supportif dalam menciptakan lingkungan yang kondusif agar anak kita sehat mentalnya dan tumbuh dengan citri tubuh yang positif.
---
Nah, bagian yang bikin deg deg-an. Bagaimana menghadapi remaja yang lagi naksir? hihiyyy.
Okay, naksir itu adalah hal normal ya, manusiawi.. Tinggal bagaimana orang tua memberikan pemahaman kepada remaja. Nah, di sesi ini ada kiat-kiat bagaimana mendampingi si remaja yang lagi naksir (dengan penafsiran ku sendiri ya! jika ada yang ingin dikoreksi atau ditambahkan, silahkan colek sayaa di komen)
- Rileks : se-bergemuruh nya dada dan pikiran orang tua, berusaha untuk rileksss.. tarik napass. Jangan sampai kita salah langkah yang mengakibatkan remaja jadi ngumpet-ngumpet. Malah bahaya :(
- Dengarkan dengan mengobrol rutin : Tentunya yang kayak gini gak bisa instan ya buibu pakbapak. Proses mendengarkan dan mengobrol rutin ini harus ditanam sejak dini. Kalau dari kecil kita udah tanamkan keterbukaan, suka ngobrol atau bercerita tentang hari-hari kita, anak-anak, insyAllah kegiatan tersebut jadi tidak aneh dan kaku.
- Refleksi pengalaman orang tua; penanaman nilai : Nah, perlu nih kita flashback jika ada pengalaman serupa saat orang tua sedang dalam posisi remaja. Sambil juga masukkan nilai-nilai sikap, prilaku, dll dalam menghadapi situasi ini.
- Memecahkan masalah : Ketika remaja memiliki masalah pertemanan, ada baiknya kita sebagai orang tua tidak ikut campur dalam memecahkan masalah. Kadang mereka butuh space agar bisa menyelesaikan masalah itu sendiri. Tapi sebagai orang tua tidak ada salahnya jika ingin memberikan masukan-masukan/ nasihat.
- Hubungan yang sehat
Dan akhirnya, postingan ini rampung juga setelah satu minggu lamanya masuk di dalam draft hehe alhamdulillah. Ternyata ikutan sesi parenting offline kayak gini seru juga ya. Selama ini ya cuma via online aja via zoom. ya hitung-hitung, menambah ilmu dan menambah silaturrahmi. Semoga postingan ini bermanfaat ya :*
Salam,
Puput Utami